Jumat, 28 Oktober 2016

konversi dan Penyimpangan

Bab 14 : Tingkah laku keagamaan yang menyimpang
                Dalam kehidupan social dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma dalam kehidupan social merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku social. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud buruk dan di tolak.
            Tingkah laku yang menyalahi norma yang berikut ini disebut tingkah laku yang menyimpang. Penyimpanan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku seperti itu tak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai individu ataupun kehidupan sebagai Kelompok masyarakat.Dan dalam kehidupan masyarakat beragama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang.
            Prof.Dr.KasmiranWuryo membag inormasi sebagai tolak ukur tingkah laku dlihat dari penduduknya, menjadi beberap amacam, antara lain: normapribadi, normagrup (kelompok), noema masyarakat, norma susila dansebagainya (Kasmiran Wuryo,1983:46-47). Dengan demikian norma keagamaan merupakan salah-satu bentuk norma yang menjadi tolak ukur tingkah laku keagamaan seseorang, Kelompok atau masyarakat yang mendasarkan nilai-nilai luhurnya pada ajaran agama. Mengingat pembentukan norma melalui proses yang cukup panjang, bagaiman pansulit untuk mengetahui secara tepat sumber nilai-nilai luhur yang sebenarnya dari suatu norma yang berlaku dimasyarakat. Tapi menurut kasmiran, menurut sifat dan sumbernya norma itu dapat digolongan menjadi dua jenis, yaitu, tradisional dan norma formal.(Kasmiran:48).
Tradisi merupakan norma yang proses perkembangannya berlangsung secara otomatis dan nilai-nilai yang membentuknya berasal dari bawah. Karena proses perkembangannya cukup lama sehingga sering tidak di ketahui lagi sumber tentang  alasan tentang mengapa suatu perbuatan selalu dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang diyakini kebenarannya. Bahkan terkadang dibela secara fanatic, sehingga orang menjadi takut jika tidak melakukannya.Norma yang dalam tradisi seperti ini menurut KasmiranWuryo, tidak lagi bersifa trasional melainkan sudah bersifat tradisional dogmatic dan supernatural.
            Sedangkan bentuk kedua adalah norma formal. Norma ini melalui pembentukan dari atas dan bersumber dari berbagai ketentuan formil yang berlaku di masyarakat.Sumbernya dapat berupa undang-undang, peraturan maupun kebijaksanaan formil dari pengusaha masyarakat yang materinya berupa norma yang dijadikan tolak ukur salah benarn yatingkah laku dalam kehidupan masyarakat (Kasmiran :47-48).
            Mengacupa dapernyataan tersebut, terlihat bahwa baik norma teradisonl maupun norma formal bersumber dari nilai-nilai luhur yang diperkirakan dapat dijadikan tolak ukur tingkah laku. Dalam masyarakat beragama, walaupun secara tegas sulit untuk diteliti, namun diyakini norma-norma yang berlaku dalam kehidupan tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai luhur agama yang mereka anut.Karena itu dalam kondisi yang bagimanapun, bentuk tingkah laku yang menyimpang masih dapat diketahui dan dibedakan dari norma-morma yang berlaku.
         ALIRAN KLENIK
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk akal (KBRI,1989:409). Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenikinieratkaitanyadenganpraktekperdukunan, hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini melakukan pengobatan dengan bantuan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya.
Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya kepada kekuatan gaib.Bagi penganut agama masalah yang berkaitan masalah yang berkaitan denganhal-hal gaib ini umumnya diterima sebagai suatu bentuk keyakinan yang lebih bersifat emosional, ketimbang rasional.Sisi-sisi yang menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal gaib ini tentu nya tidak memiliki batas dan indikator yang jelas, karena semuanya bersifat emosional dan cenderung berada diluar jangkauan nalar.karena itu tak jarang di manipulasi dalam bentuk kemasan yang dihubungkan dengan kepentingan tertentu. Manipulasi melalui kepercayaan agama lebih di terima oleh masyarakat, sebab agama erat dengan sesuatu yang sakral.
masalah yang menyangkut sesuatu yang gaib dan nilai-nilai sacral keagamaan ini dalam kehidupan masyarakat sering pula di turunkan kepribadi-pribadi tertentu. Proses ini menimbulkan kepercayaan bahwa seseorang di anggap memiliki kemampuan luar biasa dan dapat berhubungan dengan alam gaib. Ksus-kasus seperti ini sering terjadi di masyarakat.Di tanah air, kasus Cut Zahara Fauna yang cepat mencuat secara emosional, sekitar tahun 1970-an, barangkali dapat dijadikan salah satu contoh.
Cut Zahara Fauna ketika itu dipercayai memiliki bayi gaib. Bayi yang masih dalam kandungan nya sudah dapat berbicara.Kasus bayi ajaib ini sangat mengundang masyarakat luas, karena ada bebera papejabat (ketikaitu) yang percaya dan ikut membenarkan.Kepercayaan ini agaknya di kaitkan dengan nilai-nilai keagamaan, mengingat Cut Zahara Fauna yang kelahiran di aceh diidentikkan dengan aceh sebagai serambi mekkah.Untungnya k asus ini cepat terbongkar, sehingga belum menarik Kelompok masyarakat menjadi pengikutnya.
Kasus-kasus seperti mbah suro, dukun ajaib dan aliran-aliran kebatinan yang menyimpang, senantia satu  mbuh dan berkembang dimasyarakat.Kasus-kasus serupa umumnya selalu dikaitkan dengan agama agar lebih mudah menarik kepercayaan masyarakat.Lebih-lebih lagi agama menyangkut keyakinan manusia yang berkaitan dengan kehidupan batin yang paling dalam.
Penyimpan gantingkah laku keagamaan yang dilakukan aliran klenik seperti ini menurutRobet H. Thouless dapat di analis ini dengan menggunakan pendekat an psikologi sugesti.Istilah ini digunakan oleh para ahli psikologi untuk proses yang diamati dengan berbagai eksperimen mdengan hipnotisme. Dalam analisisnya, Robert H Tholess mencontoh kan bagaimana tukang hipnotis meyakinkan seseorang melalui presepsi yang diciptakannya.
Sugesti, kata tholess, bisa juga merupakan penampilan beberapa perbuatan, pengembangan atau penyembuhan sebagai penyakit jasmani, pengakuhan atau penolakan terhadap beberapa jenis keyakinan, namun dalam sugesti yang berhasil, gagasan yang disugstikan oleh seorang hipnotis bagi orang yang bersangkutan sudah berubah menjadi presepsi, perbuatan atau keyakinan(Robert H. Thouless:1992:38-39).
Psikologi agama yang memplaari hubungan sikap dan ingkah laku manusia dalam kaitan dngan agama, agaknya dapat mlihat penyipangan tingkah laku keagamaan sebagai bagian dari gejala kejiwaan. Sbab sbagai kata Thoulss slelanjutnya, sugesti dapat pula dijadikan alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan keagamaan (Robret houles:39)
Dalam kenyataannya di masyarakat praktek yang bersifat klnik memiliki karakteristik yang hamper sama, yaitu :
1)      Pelaunya menokohkan diri selalu orang suci dan umumnya tiak mempunyai latar belakang yang jelas(asing)
2)      Mendakwakan diri memiliki kemampuan yang luar biasa dalam maslah yang berhubungan dengan hal-hal gaib.
3)      Menggunakan ajaran agama sebagai alat untuk menarik keprcayaan masyarakat.
4)      Kebenaran agamanya tidak dapat di buktikan secara rasional.
5)      Memiliki tujua tertentu yang cendrung merugikan masyarakat.
Suburnya  praktek ini antara lain ditopang oleh kondisi masyarakat yang umumnya awam kepada agama namun memiliki rasa fanatisme keagamaan yang tinggi. Kondisi ini mengkondisikan masyarakat  memiliki tingkat sugestibel yang tinggi (highly suggestible), sehingga lebih respektif (mudah menrima) gagasan baru yang dikaitkan dengan ajaran agama. Sebaliknya tokoh klenik umumnya memiliki kempuan untuk member sugesti.
Sugesti sebagai proses komunikasi yang menyebabkan diterimanya dan di sadarinya suatu gagasan yang dikomunikasikan tanpa alas an-alaan rasional(Thouless:40), tampaknya memang sering di salah gunakan dalam kasus-kasus keagamaan, trauma oleh mereka yang memiliki tujuan-tujuan terentu. Fanatism keagamaan yang tidak dilator belakangi oleh pengetahuan keagamaan yang cukup tanpaknya masih merupaka lahan subur bagi muncul dan berkembangnya aliran klenik ini.
Factor-faktor lain yang juga mendukung timbul dan berkembangnya aliran seprti ini adalah kekosongan spiritual dan penderitaan. Mereka yag memiliki kesadaran beragama yang rendah atau tidak sama sekali, umumnya jika mengalami penritaan cenderung akan kehilangan pasangan hidup. Di saat-saat seperti itu pula mereka menjadi sangat sugestibel(mudah menerima sugesti). Oleh karena umumnya dalam keadaan yang putus asa seperti itu, peraktrk kebatinan seperti aliran klenik dianggap dapat menanjikan dan merupakan tempat plarian dan mengatasi kemelut batin mereka.
Aliran klenik sbagai bagian dari bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang akan senantiasa muncul dalam masyarakat, apapu latar belakang kpercayaannya. Aliran klenik terkadang  seperti ini terkadang demikian kuatnya mempengaruhi mereka yang mempercayainya, sehingga merka senantiasa menolak pengaruh dari luar, walaupun ber4manfaat. Seperti yang di kemukakan oleh Ricartd Fenn dalam salah-satu kasus perang di Vietnam. Seorang dukun menolak untuk melatih tenaga media militer amerika. Penolakan itu menurut dukun yang bersangkutan didasarkan atas wangsit (semacam bisikan batin) agama yang diantunya. Tapi menurut Fenn, penolakan tersebut lebih bersifat psikologis ketimbang agama(Meredith B. Mc Guire,1984:250).
Perilaku keagamaan yang meyimpang ini umumnya menyebabkan orang menutup diri dari pergaulan dengan dunia luar. Dengan demikian mereka membentuk Kelompok yang ekslusif. Dalam kondidi seperti itu mereka sulit untuk didekati. Dan umumnya mereka yang terkait dengan urusan tersebut memiliki keterkitan yang kuat dengan pemimpin. Tak jarang atas anjuran pemimpin, mereka mampu melakukan perbuatan nekad. Kecenderungan seperti ini terkadang dapat menjelma menjadi tindakan Kelompok yang ekstem dan merugikan. Sebab itu, Robert Thoulessmelihat hubungan pemimpin dan para pengikut aliran ini tidak jauh berbeda dengan hipnotis. Para pengikutnya tersugesti, hingga kehilangan kemampuan untuk menggunakan kemampuan nalar sehatnya.
Aliran-aliran klenik ini kemudian dapat pula berkemabang manjadi aliran-aliran kepercayaan dan aliran kebatinan. Dan menurut Prof.Dr.Hamka, aliran ini timbul oleh kekacauan pikiran lantaran kacaunya ekonomi,social polituk, hingga mendorong masyarakat untuk melepaskan pikirannya dari pengaruh kenyataan, masuk ke daerah khayalsn tasawuf. Kadang-kadang merekas menganut agama yang berdiri sendiri, bukan islam, bukan budha, bukan Kristen (Hamka,1976:233-234). Di Indonesia sendiri, menurut H.M.As’ad el Hafidy, hingga tahun 1977, ada 156 jenis aliran kepercayaan dan kebatiinan(H.M.As’ad el Hafidy:1977:108-113).
Memang terlihat agama sebagai bentuk keprcayaan kerapkali di jadikan tempat bernaung bagi aliran-aliran seperti itu. Karena itu para ahli psikologi agama melihat tingkah laku menyimpang dalam kehidupan beragama erat kaitannya dengan pengaruh psikologis.
B. KONVERSI AGAMA
Konverensi agama (religious conversion) secara umum dapat diartikan dengan berubah agama ataupun masuk agama. Untuk memberikan gambaran yang lebih mengena tentang maksu kata-kata tersebut perlu di jelaskan melalui uraian yang dilatarbelakangi oleh pengertian secara etimologis. Dengan pengertian bedasarkan asal kata tergambar ungkapan itu secara jelas.
1.      Pengertian Konversi Agama
a.       Pengertian konverensi agama menurut etimologi konversi berasal dari kata lain “conversion” yang berati: tobat,pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata inggris Conversion yang mengandung pengertian : berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian : bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk kedalam agama (menjadi paderi)
b.      Pengertian konversi agama menurut terminology. Menurut pengertian ini akan di kemukakan beberapa pendapat tentang
                Pengertian konversi agama antara lain :
1.       Max Herich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
2.       William James mengatakan konversi agama adalah kata-kata : to be converted, to be regeneracted, to recieve grace, to be experience religion, to gain an assurance, are so many phrases whichdenotes to the process, gradual or sudden, by which a self hither devide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes uni fied and consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities.

Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada. Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri :
1)      Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2)      Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
3)      Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang di anutnya sendiri.
4)      Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan faktor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.


2.. Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Konvesi Agama
        Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi. William James dalam bukunya The Varietias of Religious Experience dan Max Heirich dalam bukunya Change of Heart banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama tersebut.
        Dalam buku tersebut diuraikannya pedapat dari para ahli yang terlibat dalam disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabakan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.
1.       Para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konersi agama adalah petunjuk Ilahi. Pengaruh supernatural berperanan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.
2.       Para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain :
a.       Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun nonagama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang kebudayaan yang lain).
b.      Pengaruh kebiasaan yang rutin.
Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika dilakukan secara rutin hingga terbiasa, misalnya : menghadiri upacara keagamaan ataupun pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal, ataupun nonformal.
c.       Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat. Misalnya : karib, keluarga, famili, dan sebagainya.
d.      Pengaruh pemimpin keagamaan.
Hubungan yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu faktor pendorong konversi agama.
e.      Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi.
Perkumpulan yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong terjadinya konversi agama.
f.        Pengaruh kekuasaan pemimpin.
Yang dimaksud disini adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Masyarakat umumnya cenderung menganut agama yang dianut oleh Kepala Negara atau Raja mereka ( Cuius regio illius est religio )
Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang secara persuasif dan pengaruh yang bersifat koarsif.
3.       Para ahli psikologi berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agam adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan batin seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga mencari pertolongan ke kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang terang dan tentram.
Dalam uraian William James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan sebagai berikut :
a.       Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk sesuatu ide yang bersemi secara mantap.
b.      Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa suatu proses) .
Berdasarkan gejala tersebut maka dengan meminjam istilah yang digunakan Starbuck ia membagi konversi agama menjadi dua tipe :
1)      Tipe Volitional ( perubahan bertahap).
Konversi agama tipe ini terjadi secara berproses sedikit demi sedikit sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
2)      Tipe Self-Surrender ( perubahan drastis).
Konversi agama tipe ini adalah konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan ini pun dapat terjadi dari kondisi yang tidak taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya pada suatu agama kemudian menjadi percaya dan sbagainya. Pada konversi tipe kedua ini William James mengakui adanya pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan dengan penyerahan jiwa sepenuh-penuhnya. Jadi ada semacam petunjuk ( Hidayah ) dari Tuhan
3)      Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut berdasarkan tinjauan para psikolog adalah berupa pembebasan diri dari tekanan batin.
Faktor yang melatarbelakanginya timbul dari dalam diri (intern) dan dari lingkungan (ekstern).
a.       Faktor intern, yang ikut mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah :
1)      Kepribadian
Secara psikologi tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian W. James ia menemukan bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya.
2)      Faktor Pembawaan
Menurut penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam kecenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak yang bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama.
b.      Faktor Ekstern ( faktor luar diri )
Diantara faktor luar yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah :
1)      Faktor keluarga, kerekatan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya.
Kondisi yang demikian menyebabkan seseorang akan mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya
2)      Lingkungan tempat tinggal
Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara. Keadaan yang demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang.
3)      Perubahan status
Perubahan status terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya : Perceraian, ke luar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, kawin dengan orang yang berlainan agama dan sebagainya.
4)      Kemiskinan
Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan  kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan dapat mempengaruhi.

4.       Para ahli ilmu pendidikan berpendapat bahwa konversi agama dipengaruhi oleh kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan argumentasi bahwa suasana pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat dikumpulkan data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap konversi agama namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan agama tentunya mempunyai tujuan keagamaan pula.
3.. Proses Konversi Agama.
     Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, banguanan lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali dari bangunan sebelumnya.
Demikian pula seseorang atau kelompok yang mengalami proses konversi agama ini. Segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola tersendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah terjadi konversi agama pada dirinya secara spontan pula lama ditinggalkan sama sekali. Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama seperti : harapan, rasa bahagia, keselamatan, kemantapan berubah mejadi berlawanan arah. Timbulah  gejela-gejala baru berupa : perasaan serba tidak lengkap dan tidak sempurna.  Gejala ini menimbulkan proses kejiwaan dalam bentuk  : merenung, timbulnya tekanan batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap masa depan, perasaan susah yang ditimbulkan oleh kebimbangan.    
      Perassan yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut harus dicari jalan penyalurannya. Umumnya apabila gejala tersebut sudah dialami oleh seseorang atau kelompok maka dirinya menjadi lemah dan pasrah atau timbul semacam peledakan perasaan untuk menghindarkan diri dari pertentangan batin itu. Ketenangan batin akan terjadi dengan sendirinya  bila yang bersangkutan telah mampu memilih pandangan hidup yang baru. Pandangan hidup yang dipilih tersebut merupakan petaruh bagi masa depannya sehingga ia merupakan pegangan baru dalam kehidupan selanjutnya.
      Sebagai hasil dari pemilihannya terhadap pandangan hidup itu maka bersedia dan mampu untuk membaktikan diri kepada tuntutan-tuntutan dari peraturan ada dalam pandangan hidup yang dipilihya itu berupa ikut berpartisipasi secara penuh. Makin kuat keyakinannya terhadap kebenaran pandangan hidup itu akan semakin tinggi pula nilai bakti yang diberikannya.
      M.T.L. Penido berpendapat bahwa konversi agama mengandung 2 unsur :
1.       Unsur dari dalam diri (endogenous origin), yaitu proses perubahan yang terjadi pada diri                                                               seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan sering dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.
2.       Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang datang dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyesalan oleh yang bersangkutan.

       Kedua unsur tersebut kemudian mempengaruhi kehidupan batin untuk aktiv berperan memilih penyelesaian yang mampu memberikan ketenangan batin kepada yang bersangkutan. Jadi disini terlihat adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan tersebut sudah serasi dengan kehendak batin maka akan terciptalah suatu ketenangan. Seiring dengan timbulnya ketenangan batin tersebut terjadilah secara perubahan total dalam struktur psikologis sehingga struktur lama terhapus dan digantikan dengan yang baru sebagai hasil pilihan yang dianggap baik dan benar. Sebagai pertimbangannya akan muncul motivasi baru untuk merealisasi kebenaran itu dalam bentuk tindakan atau perbuatan yang positif.
       Jika proses konversi itu diteliti dengan seksama maka baik hal itu terjadi oleh unsur luar ataupun unsur dalam ataupun terhadap individu atau kelompok maka akan ditemui persamaan.
       Perubahan yang terjadi tetap pentahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum. Kerangka proses itu dikemukakan antara lain oleh :
a.       H.Carrier, membagi proses tersebut dalam pentahapan sebagai berikut :
1)      Terjadi disintegrasi sintesis kognitif dan motivasi sebagai akibat krisis yang dialami.
2)      Reintegrasi kepribadian berdasarkan konversi agama yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadiaan baru yang berlawanan dengan struktur lama.
3)      Tumbuh sikap menerima konsepsi agama baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.
4)      Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.
b.      Dr. Zakiah Darajat memberikan pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap, yaitu :
1)      Masa tenang
Di saat kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriorio terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan sendirinya tiadak akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tenteram.
2)      Masa ketidaktenangan
Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya. Mungkin dikarenakan suatu krisis, musibah ataupun perasaan berdosa yang dialaminya. Hal ini menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batinnya sehingga mengakibatkan terjadi kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk : rasa gelisah, panik, putus asa, ragu dan bimbang.perasaan seperti ini menyebabkan orang menjadi lebih sensitif dan sugesibel. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan terhadap ide atau kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya.
3)      Masa konversi
Tahap ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk Ilahi. Karena disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap kepercayaan yang bertenangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama.
4)      Masa tenang dan tenteram
Masa tenang dan tenteram yang kedua ini berbeda dengan tahap sebelumnya. Jika pada tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka ketenangan dan ketenteraman pada tahap ketiga ini ditimbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah diambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
5)      Masa Ekspresi konversi 

Sebagai ungkapan dari sikap menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya tadi, maka tidak tunduk dan sikap hidupnya diseleraskan dengan ajaran dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencemaran ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan releven sekaligus merupakan pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar