Dalam kehidupan social dikenal bentuk
tata aturan yang disebut norma. Norma dalam kehidupan social merupakan nilai-nilai
luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku social. Jika tingkah laku yang diperlihatkan
sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima.
Sebaliknya jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma
yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud buruk dan di tolak.
Tingkah
laku yang menyalahi norma yang berikut ini disebut tingkah laku yang
menyimpang. Penyimpanan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi,
sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan
tingkah laku seperti itu tak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai
individu ataupun kehidupan sebagai Kelompok masyarakat.Dan dalam kehidupan masyarakat
beragama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku
keagamaan yang menyimpang.
Prof.Dr.KasmiranWuryo membag inormasi
sebagai tolak ukur tingkah laku dlihat dari penduduknya, menjadi beberap amacam,
antara lain: normapribadi, normagrup (kelompok), noema masyarakat, norma susila
dansebagainya (Kasmiran Wuryo,1983:46-47). Dengan demikian norma keagamaan merupakan
salah-satu bentuk norma yang menjadi tolak ukur tingkah laku keagamaan seseorang,
Kelompok atau masyarakat yang mendasarkan nilai-nilai luhurnya pada ajaran
agama. Mengingat pembentukan norma melalui proses yang cukup panjang, bagaiman pansulit
untuk mengetahui secara tepat sumber nilai-nilai luhur yang sebenarnya dari suatu
norma yang berlaku dimasyarakat. Tapi menurut kasmiran, menurut sifat dan sumbernya
norma itu dapat digolongan menjadi dua jenis, yaitu, tradisional dan norma
formal.(Kasmiran:48).
Tradisi merupakan norma yang proses perkembangannya berlangsung secara
otomatis dan nilai-nilai yang membentuknya berasal dari bawah. Karena proses
perkembangannya cukup lama sehingga sering tidak di ketahui lagi sumber
tentang alasan tentang mengapa suatu perbuatan
selalu dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang diyakini kebenarannya. Bahkan terkadang
dibela secara fanatic, sehingga orang menjadi takut jika tidak melakukannya.Norma
yang dalam tradisi seperti ini menurut KasmiranWuryo, tidak lagi bersifa trasional
melainkan sudah bersifat tradisional dogmatic dan supernatural.
Sedangkan
bentuk kedua adalah norma formal. Norma ini melalui pembentukan dari atas dan bersumber
dari berbagai ketentuan formil yang berlaku di masyarakat.Sumbernya dapat berupa
undang-undang, peraturan maupun kebijaksanaan formil dari pengusaha masyarakat
yang materinya berupa norma yang dijadikan tolak ukur salah benarn yatingkah laku
dalam kehidupan masyarakat (Kasmiran :47-48).
Mengacupa
dapernyataan tersebut, terlihat bahwa baik norma teradisonl maupun norma formal
bersumber dari nilai-nilai luhur yang diperkirakan dapat dijadikan tolak ukur tingkah
laku. Dalam masyarakat beragama, walaupun secara tegas sulit untuk diteliti,
namun diyakini norma-norma yang berlaku dalam kehidupan tidak mungkin terlepas dari
nilai-nilai luhur agama yang mereka anut.Karena itu dalam kondisi yang bagimanapun,
bentuk tingkah laku yang menyimpang masih dapat diketahui dan dibedakan dari norma-morma
yang berlaku.
•
ALIRAN KLENIK
Klenik dapat diartikan sebagai segala sesuatu
yang berhubungan dengan kepercayaan hal-hal yang mengandung rahasia dan tidak masuk
akal (KBRI,1989:409). Dalam kehidupan masyarakat, umumnya klenikinieratkaitanyadenganpraktekperdukunan,
hingga sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini melakukan pengobatan
dengan bantuan guna-guna atau kekuatan gaib lainnya.
Salah satu aspek dari ajaran agama adalah percaya
kepada kekuatan gaib.Bagi penganut agama masalah yang berkaitan masalah yang
berkaitan denganhal-hal gaib ini umumnya diterima sebagai suatu bentuk keyakinan
yang lebih bersifat emosional, ketimbang rasional.Sisi-sisi yang menyangkut kepercayaan
terhadap hal-hal gaib ini tentu nya tidak memiliki batas dan indikator yang
jelas, karena semuanya bersifat emosional dan cenderung berada diluar jangkauan
nalar.karena itu tak jarang di manipulasi dalam bentuk kemasan yang dihubungkan
dengan kepentingan tertentu. Manipulasi melalui kepercayaan agama lebih di
terima oleh masyarakat, sebab agama erat dengan sesuatu yang sakral.
masalah yang menyangkut sesuatu yang gaib dan nilai-nilai
sacral keagamaan ini dalam kehidupan masyarakat sering pula di turunkan kepribadi-pribadi
tertentu. Proses ini menimbulkan kepercayaan bahwa seseorang di anggap memiliki
kemampuan luar biasa dan dapat berhubungan dengan alam gaib. Ksus-kasus seperti
ini sering terjadi di masyarakat.Di tanah air, kasus Cut Zahara Fauna yang
cepat mencuat secara emosional, sekitar tahun 1970-an, barangkali dapat dijadikan
salah satu contoh.
Cut Zahara Fauna ketika itu dipercayai memiliki
bayi gaib. Bayi yang masih dalam kandungan nya sudah dapat berbicara.Kasus bayi
ajaib ini sangat mengundang masyarakat luas, karena ada bebera papejabat
(ketikaitu) yang percaya dan ikut membenarkan.Kepercayaan ini agaknya di
kaitkan dengan nilai-nilai keagamaan, mengingat Cut Zahara Fauna yang kelahiran
di aceh diidentikkan dengan aceh sebagai serambi mekkah.Untungnya k asus ini cepat
terbongkar, sehingga belum menarik Kelompok masyarakat menjadi pengikutnya.
Kasus-kasus seperti mbah suro, dukun ajaib dan aliran-aliran
kebatinan yang menyimpang, senantia satu
mbuh dan berkembang dimasyarakat.Kasus-kasus serupa umumnya selalu dikaitkan
dengan agama agar lebih mudah menarik kepercayaan masyarakat.Lebih-lebih lagi
agama menyangkut keyakinan manusia yang berkaitan dengan kehidupan batin yang
paling dalam.
Penyimpan gantingkah laku keagamaan yang
dilakukan aliran klenik seperti ini menurutRobet H. Thouless dapat di analis ini
dengan menggunakan pendekat an psikologi sugesti.Istilah ini digunakan oleh para
ahli psikologi untuk proses yang diamati dengan berbagai eksperimen mdengan hipnotisme.
Dalam analisisnya, Robert H Tholess mencontoh kan bagaimana tukang hipnotis meyakinkan
seseorang melalui presepsi yang diciptakannya.
Sugesti, kata tholess, bisa juga merupakan
penampilan beberapa perbuatan, pengembangan atau penyembuhan sebagai penyakit
jasmani, pengakuhan atau penolakan terhadap beberapa jenis keyakinan, namun
dalam sugesti yang berhasil, gagasan yang disugstikan oleh seorang hipnotis bagi
orang yang bersangkutan sudah berubah menjadi presepsi, perbuatan atau
keyakinan(Robert H. Thouless:1992:38-39).
Psikologi
agama yang memplaari hubungan sikap dan ingkah laku manusia dalam kaitan dngan
agama, agaknya dapat mlihat penyipangan tingkah laku keagamaan sebagai bagian
dari gejala kejiwaan. Sbab sbagai kata Thoulss slelanjutnya, sugesti dapat pula
dijadikan alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan keagamaan (Robret
houles:39)
Dalam
kenyataannya di masyarakat praktek yang bersifat klnik memiliki karakteristik
yang hamper sama, yaitu :
1)
Pelaunya
menokohkan diri selalu orang suci dan umumnya tiak mempunyai latar belakang
yang jelas(asing)
2)
Mendakwakan
diri memiliki kemampuan yang luar biasa dalam maslah yang berhubungan dengan
hal-hal gaib.
3)
Menggunakan
ajaran agama sebagai alat untuk menarik keprcayaan masyarakat.
4)
Kebenaran
agamanya tidak dapat di buktikan secara rasional.
5)
Memiliki
tujua tertentu yang cendrung merugikan masyarakat.
Suburnya praktek ini antara lain ditopang oleh kondisi
masyarakat yang umumnya awam kepada agama namun memiliki rasa fanatisme
keagamaan yang tinggi. Kondisi ini mengkondisikan masyarakat memiliki tingkat sugestibel yang tinggi
(highly suggestible), sehingga lebih respektif (mudah menrima) gagasan baru
yang dikaitkan dengan ajaran agama. Sebaliknya tokoh klenik umumnya memiliki
kempuan untuk member sugesti.
Sugesti
sebagai proses komunikasi yang menyebabkan diterimanya dan di sadarinya suatu
gagasan yang dikomunikasikan tanpa alas an-alaan rasional(Thouless:40), tampaknya
memang sering di salah gunakan dalam kasus-kasus keagamaan, trauma oleh mereka
yang memiliki tujuan-tujuan terentu. Fanatism keagamaan yang tidak dilator
belakangi oleh pengetahuan keagamaan yang cukup tanpaknya masih merupaka lahan
subur bagi muncul dan berkembangnya aliran klenik ini.
Factor-faktor
lain yang juga mendukung timbul dan berkembangnya aliran seprti ini adalah
kekosongan spiritual dan penderitaan. Mereka yag memiliki kesadaran beragama
yang rendah atau tidak sama sekali, umumnya jika mengalami penritaan cenderung
akan kehilangan pasangan hidup. Di saat-saat seperti itu pula mereka menjadi
sangat sugestibel(mudah menerima sugesti). Oleh karena umumnya dalam keadaan
yang putus asa seperti itu, peraktrk kebatinan seperti aliran klenik dianggap
dapat menanjikan dan merupakan tempat plarian dan mengatasi kemelut batin
mereka.
Aliran
klenik sbagai bagian dari bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang akan
senantiasa muncul dalam masyarakat, apapu latar belakang kpercayaannya. Aliran
klenik terkadang seperti ini terkadang
demikian kuatnya mempengaruhi mereka yang mempercayainya, sehingga merka
senantiasa menolak pengaruh dari luar, walaupun ber4manfaat. Seperti yang di
kemukakan oleh Ricartd Fenn dalam salah-satu kasus perang di Vietnam. Seorang
dukun menolak untuk melatih tenaga media militer amerika. Penolakan itu menurut
dukun yang bersangkutan didasarkan atas wangsit (semacam bisikan batin) agama
yang diantunya. Tapi menurut Fenn, penolakan tersebut lebih bersifat psikologis
ketimbang agama(Meredith B. Mc Guire,1984:250).
Perilaku
keagamaan yang meyimpang ini umumnya menyebabkan orang menutup diri dari
pergaulan dengan dunia luar. Dengan demikian mereka membentuk Kelompok yang
ekslusif. Dalam kondidi seperti itu mereka sulit untuk didekati. Dan umumnya
mereka yang terkait dengan urusan tersebut memiliki keterkitan yang kuat dengan
pemimpin. Tak jarang atas anjuran pemimpin, mereka mampu melakukan perbuatan
nekad. Kecenderungan seperti ini terkadang dapat menjelma menjadi tindakan
Kelompok yang ekstem dan merugikan. Sebab itu, Robert Thoulessmelihat hubungan
pemimpin dan para pengikut aliran ini tidak jauh berbeda dengan hipnotis. Para
pengikutnya tersugesti, hingga kehilangan kemampuan untuk menggunakan kemampuan
nalar sehatnya.
Aliran-aliran
klenik ini kemudian dapat pula berkemabang manjadi aliran-aliran kepercayaan
dan aliran kebatinan. Dan menurut Prof.Dr.Hamka, aliran ini timbul oleh
kekacauan pikiran lantaran kacaunya ekonomi,social polituk, hingga mendorong
masyarakat untuk melepaskan pikirannya dari pengaruh kenyataan, masuk ke daerah
khayalsn tasawuf. Kadang-kadang merekas menganut agama yang berdiri sendiri,
bukan islam, bukan budha, bukan Kristen (Hamka,1976:233-234). Di Indonesia
sendiri, menurut H.M.As’ad el Hafidy, hingga tahun 1977, ada 156 jenis aliran
kepercayaan dan kebatiinan(H.M.As’ad el Hafidy:1977:108-113).
Memang
terlihat agama sebagai bentuk keprcayaan kerapkali di jadikan tempat bernaung
bagi aliran-aliran seperti itu. Karena itu para ahli psikologi agama melihat
tingkah laku menyimpang dalam kehidupan beragama erat kaitannya dengan pengaruh
psikologis.
B. KONVERSI
AGAMA
Konverensi
agama (religious conversion) secara umum dapat diartikan dengan berubah agama
ataupun masuk agama. Untuk memberikan gambaran yang lebih mengena tentang maksu
kata-kata tersebut perlu di jelaskan melalui uraian yang dilatarbelakangi oleh
pengertian secara etimologis. Dengan pengertian bedasarkan asal kata tergambar
ungkapan itu secara jelas.
1.
Pengertian
Konversi Agama
a.
Pengertian
konverensi agama menurut etimologi konversi berasal dari kata lain “conversion”
yang berati: tobat,pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai
dalam kata inggris Conversion yang mengandung pengertian : berubah dari
suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state,
or from one religion, to another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut
dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian : bertobat,
berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk kedalam
agama (menjadi paderi)
b.
Pengertian
konversi agama menurut terminology. Menurut pengertian ini akan di kemukakan
beberapa pendapat tentang
Pengertian konversi agama antara lain :
1.
Max Herich mengatakan bahwa
konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang
masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan
dengan kepercayaan sebelumnya.
2.
William James mengatakan
konversi agama adalah kata-kata : to be converted, to be regeneracted, to
recieve grace, to be experience religion, to gain an assurance, are so many
phrases whichdenotes to the process, gradual or sudden, by which a self hither
devide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes uni fied and
consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold upon
religious realities.
Konversi agama banyak menyangkut masalah
kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada. Selain itu konversi agama yang
dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri :
1) Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap
agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2) Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga
perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
3) Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan
dari suatu agama ke agama lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan
terhadap agama yang di anutnya sendiri.
4) Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun
disebabkan faktor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
2.. Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Konvesi Agama
Berbagai ahli berbeda
pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi. William James
dalam bukunya The Varietias of Religious Experience dan Max Heirich
dalam bukunya Change of Heart banyak menguraikan faktor yang mendorong
terjadinya konversi agama tersebut.
Dalam buku tersebut
diuraikannya pedapat dari para ahli yang terlibat dalam disiplin ilmu
masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabakan faktor
yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.
1.
Para ahli agama menyatakan
bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konersi agama adalah petunjuk
Ilahi. Pengaruh supernatural berperanan secara dominan dalam proses terjadinya
konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.
2.
Para ahli sosiologi berpendapat
bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama pengaruh sosial. Pengaruh
sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai
faktor antara lain :
a. Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat
keagamaan maupun nonagama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang
kebudayaan yang lain).
b. Pengaruh kebiasaan yang rutin.
Pengaruh
ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika
dilakukan secara rutin hingga terbiasa, misalnya : menghadiri upacara keagamaan
ataupun pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal,
ataupun nonformal.
c. Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat.
Misalnya : karib, keluarga, famili, dan sebagainya.
d. Pengaruh pemimpin keagamaan.
Hubungan
yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu faktor pendorong konversi
agama.
e. Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi.
Perkumpulan
yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong
terjadinya konversi agama.
f.
Pengaruh kekuasaan pemimpin.
Yang dimaksud
disini adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Masyarakat
umumnya cenderung menganut agama yang dianut oleh Kepala Negara atau Raja
mereka ( Cuius regio illius est religio )
Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat dibagi
menjadi dua, yaitu pengaruh yang secara persuasif dan pengaruh yang bersifat
koarsif.
3.
Para ahli psikologi berpendapat
bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agam adalah faktor psikologis
yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut
apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala
tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan
batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan batin
seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga mencari pertolongan ke
kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang terang dan tentram.
Dalam uraian William James yang berhasil
meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan
sebagai berikut :
a. Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang
menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru,
dalam bentuk sesuatu ide yang bersemi secara mantap.
b. Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara
mendadak (tanpa suatu proses) .
Berdasarkan gejala tersebut maka dengan
meminjam istilah yang digunakan Starbuck ia membagi konversi agama
menjadi dua tipe :
1) Tipe Volitional ( perubahan bertahap).
Konversi
agama tipe ini terjadi secara berproses sedikit demi sedikit sehingga kemudian
menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang
demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang
ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
2) Tipe Self-Surrender ( perubahan
drastis).
Konversi
agama tipe ini adalah konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa
mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu
agama yang dianutnya. Perubahan ini pun dapat terjadi dari kondisi yang tidak
taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya pada suatu agama kemudian menjadi
percaya dan sbagainya. Pada konversi tipe kedua ini William James mengakui
adanya pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa terhadap seseorang, karena gejala
konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima
kondisi yang baru dengan dengan penyerahan jiwa sepenuh-penuhnya. Jadi ada
semacam petunjuk ( Hidayah ) dari Tuhan
3) Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut
berdasarkan tinjauan para psikolog adalah berupa pembebasan diri dari tekanan
batin.
Faktor
yang melatarbelakanginya timbul dari dalam diri (intern) dan dari lingkungan
(ekstern).
a. Faktor intern, yang ikut mempengaruhi terjadinya konversi agama
adalah :
1) Kepribadian
Secara
psikologi tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang.
Dalam penelitian W. James ia menemukan bahwa tipe melankolis yang memiliki
kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama
dalam dirinya.
2) Faktor Pembawaan
Menurut
penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam kecenderungan urutan kelahiran
mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak yang bungsu biasanya tidak
mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antara
keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan
kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama.
b. Faktor Ekstern ( faktor luar diri )
Diantara
faktor luar yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah :
1) Faktor keluarga, kerekatan keluarga, ketidakserasian, berlainan
agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat
dan lainnya.
Kondisi
yang demikian menyebabkan seseorang akan mengalami tekanan batin sehingga
sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang
menimpa dirinya
2) Lingkungan tempat tinggal
Orang
yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau tersingkir dari
kehidupan di suatu tempat merasa dirinya hidup sebatang kara. Keadaan yang
demikian menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan dan mencari tempat untuk
bergantung hingga kegelisahan batinnya hilang.
3) Perubahan status
Perubahan
status terutama yang berlangsung secara mendadak akan banyak mempengaruhi
terjadinya konversi agama, misalnya : Perceraian, ke luar dari sekolah atau
perkumpulan, perubahan pekerjaan, kawin dengan orang yang berlainan agama dan
sebagainya.
4) Kemiskinan
Kondisi
sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong dan mempengaruhi
terjadinya konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk
agama yang menjanjikan kehidupan dunia
yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan dapat mempengaruhi.
4.
Para ahli ilmu pendidikan
berpendapat bahwa konversi agama dipengaruhi oleh kondisi pendidikan.
Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan argumentasi bahwa suasana
pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat dikumpulkan
data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap konversi agama
namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan agama tentunya
mempunyai tujuan keagamaan pula.
3.. Proses Konversi Agama.
Konversi agama menyangkut
perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi agama ini dapat
diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, banguanan lama dibongkar
dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali dari
bangunan sebelumnya.
Demikian pula seseorang atau kelompok yang mengalami proses konversi
agama ini. Segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola
tersendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah
terjadi konversi agama pada dirinya secara spontan pula lama ditinggalkan sama
sekali. Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama seperti :
harapan, rasa bahagia, keselamatan, kemantapan berubah mejadi berlawanan arah.
Timbulah gejela-gejala baru berupa :
perasaan serba tidak lengkap dan tidak sempurna. Gejala ini menimbulkan proses kejiwaan dalam
bentuk : merenung, timbulnya tekanan
batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap masa depan, perasaan susah
yang ditimbulkan oleh kebimbangan.
Perassan yang berlawanan
itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk mengatasi kesulitan
tersebut harus dicari jalan penyalurannya. Umumnya apabila gejala tersebut
sudah dialami oleh seseorang atau kelompok maka dirinya menjadi lemah dan
pasrah atau timbul semacam peledakan perasaan untuk menghindarkan diri dari
pertentangan batin itu. Ketenangan batin akan terjadi dengan sendirinya bila yang bersangkutan telah mampu memilih
pandangan hidup yang baru. Pandangan hidup yang dipilih tersebut merupakan
petaruh bagi masa depannya sehingga ia merupakan pegangan baru dalam kehidupan
selanjutnya.
Sebagai hasil dari
pemilihannya terhadap pandangan hidup itu maka bersedia dan mampu untuk
membaktikan diri kepada tuntutan-tuntutan dari peraturan ada dalam pandangan
hidup yang dipilihya itu berupa ikut berpartisipasi secara penuh. Makin kuat
keyakinannya terhadap kebenaran pandangan hidup itu akan semakin tinggi pula
nilai bakti yang diberikannya.
M.T.L. Penido
berpendapat bahwa konversi agama mengandung 2 unsur :
1.
Unsur dari dalam diri (endogenous
origin), yaitu proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang
atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran
untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan
keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini
terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur
psikologis yang lama dan sering dengan proses tersebut muncul pula struktur
psikologis baru yang dipilih.
2.
Unsur dari luar (exogenous
origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok
sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan.
Kekuatan yang datang dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap
kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyesalan oleh
yang bersangkutan.
Kedua unsur tersebut
kemudian mempengaruhi kehidupan batin untuk aktiv berperan memilih penyelesaian
yang mampu memberikan ketenangan batin kepada yang bersangkutan. Jadi disini
terlihat adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika
pemilihan tersebut sudah serasi dengan kehendak batin maka akan terciptalah
suatu ketenangan. Seiring dengan timbulnya ketenangan batin tersebut terjadilah
secara perubahan total dalam struktur psikologis sehingga struktur lama
terhapus dan digantikan dengan yang baru sebagai hasil pilihan yang dianggap
baik dan benar. Sebagai pertimbangannya akan muncul motivasi baru untuk
merealisasi kebenaran itu dalam bentuk tindakan atau perbuatan yang positif.
Jika proses konversi
itu diteliti dengan seksama maka baik hal itu terjadi oleh unsur luar ataupun
unsur dalam ataupun terhadap individu atau kelompok maka akan ditemui
persamaan.
Perubahan yang terjadi
tetap pentahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum. Kerangka
proses itu dikemukakan antara lain oleh :
a.
H.Carrier, membagi proses
tersebut dalam pentahapan sebagai berikut :
1) Terjadi disintegrasi sintesis kognitif dan motivasi sebagai akibat
krisis yang dialami.
2) Reintegrasi kepribadian berdasarkan konversi agama yang baru. Dengan
adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadiaan baru yang berlawanan
dengan struktur lama.
3) Tumbuh sikap menerima konsepsi agama baru serta peranan yang
dituntut oleh ajarannya.
4) Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan
suci petunjuk Tuhan.
b.
Dr. Zakiah Darajat memberikan
pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap,
yaitu :
1) Masa tenang
Di saat
kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum
mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriorio terhadap agama. Keadaan
yang demikian dengan sendirinya tiadak akan mengganggu keseimbangan batinnya,
hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tenteram.
2) Masa ketidaktenangan
Tahap
ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya. Mungkin
dikarenakan suatu krisis, musibah ataupun perasaan berdosa yang dialaminya. Hal
ini menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batinnya sehingga
mengakibatkan terjadi kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk : rasa gelisah,
panik, putus asa, ragu dan bimbang.perasaan seperti ini menyebabkan orang
menjadi lebih sensitif dan sugesibel. Pada tahap ini terjadi proses pemilihan
terhadap ide atau kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya.
3) Masa konversi
Tahap
ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan
batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang
dianggap serasi ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam
menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan
dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk Ilahi.
Karena disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan
sikap kepercayaan yang bertenangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka
terjadilah proses konversi agama.
4) Masa tenang dan tenteram
Masa
tenang dan tenteram yang kedua ini berbeda dengan tahap sebelumnya. Jika pada
tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka
ketenangan dan ketenteraman pada tahap ketiga ini ditimbulkan oleh kepuasan
terhadap keputusan yang sudah diambil. Ia timbul karena telah mampu membawa
suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
5) Masa Ekspresi konversi
Sebagai
ungkapan dari sikap menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang
diyakininya tadi, maka tidak tunduk dan sikap hidupnya diseleraskan dengan
ajaran dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencemaran ajaran dalam
bentuk amal perbuatan yang serasi dan releven sekaligus merupakan pernyataan
konversi agama itu dalam kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar