Sabtu, 11 November 2017

TEORI- TEORI DALAM KONSELING ISLAM



    TEORI-TEORI KONSELING DALAM ISLAM
Yang dimaksud dengan teori konseling dalam Islam adalah landasan berpijak yang benar tentang bagaimana proses konseling itu dapat berlangsung baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif pada klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan wahyu (Al-Qur’an) dan paradigma kenabian (As-Sunnah)
Firman Allah SWT:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125)

Ayat diatas menjelaskan tentang teori atau metode dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik untuk menuju kepada perbaikan, perubahan dan pengembangan yang lebih positif dan membahagiakan. Teori-teori itu adalah sebagai berikut :
1.      Teori “Al Hikmah”
Kata “Al-Hikmah” dalam perspektif bahasa mengandung makna : (a). Mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan, sempurna, bijaksana dan sesuatu yang tergantung padanya akibat sesuatu yang terpuji; (b). Ucapan yang sesuai dengan kebenaran, falsafat, perkara yang benar dan lurus, keadilan, pengetahuan dan lapang dada; (c). Kata “Al-Hikmah” dengan bentuk jamaknya “Al-Hikam” bermakna : kebijaksanaan, ilmu dengan pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, pepatah dan Al- Qur’an Al-Karim.
Kaum sufi mengartikan Al-Hikmah sebagai kebijakan yang dibagi kepada tujuh macam, yaitu (a) Al-Hikmah al-Manthuqah (kebijakan menurut bunyi lafalnya), yaitu pengetahuan didalam Al-Qur’an atau didalam thariqat (jalan sufi); (b). Al-Hikmah al-Maskutah (kebijakan yang tidak menurut bunyinya), yaitu hanya dipahami oleh sufi tidak oleh orang biasa; (c) Al-Hikmah al-Majhulah (kebijakan yang tidak diketahui), yaitu perbuatan Allah SWT. Yang tidak diketahui oleh makhluk, kematian anak kecil, pembakaran api neraka, atau segala sesuatu yang dipercayai tapi tidak dipahami; (d) Al-Hikmah al-Jami’ah (Kebijakan kolektif), yaitu pengetahuan tentang batil dan penolakan terhadapnya.
 يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا ٱلرَّسُولَ وَأُولِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىٍْفَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 59)
Memahami ayat diatas secara aplikatif bahwa :
(a). Ketaatan kepada Allah harus diwujudkan dalam bentuk penghambaan dalam bentuk yang konkrit, seperti menegakkan ibadah shalat dengan benar, berpuasa, berdzikir, memperbanyak do’a dan membaca Al-Qur’an;
(b). Ketaatan kepada Rasulullah SAW diwujudkan dengan meneladani seluruh aktifitas kehidupan beliau baik yang bersifat horizontal, lebih-lebih yang bersifat vertical serta memperbanyak bertaslim, bersholawat dan bertabaruk kepada beliau.
Apabila seseorang ingin mengetahui suatu makna yang terdiri dari berbagai macam pendapat dan ingin mendapatkan makna yang dimaksud oleh Allah dan yang difahami dan dialami oleh Rasulullah SAW maka ia harus mengembalikan kepada-Nya dan rasul-Nya. Makna mengembalikan itu secara aplikasi empiriknya adalah tanyakan langsung kepada Allah dan rasul-Nya.

Sebagaimana yang telah dialami oleh Syekh Al-Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi RA., beliau menceritakan dalam kitabnya “Fushush Al-Hakim”; Bahwasanya aku telah melihat Rasulullah SAW pada akhir bulan Muharram tahun 627 H di Mahrus Damaskus, dan tangan beliau berkata padaku “ini adalah kitab “Fushush Al-Hikam”, (mutiara-mutiara hikmah) ambilah, ajarkanlah kepada orang-orang yang ingin mendapatkan manfaat dari kitab itu”. Kemudian aku berkata, bahwa pendengaran dan ketaatan hanya untuk Allah, Rasul-Nya dan pemimpin kami”
Bagaimana cara dapat berhubung kepada Rasulullah SAW. Baik melalui mimpi atau bermuwajahah dalam mukasyafah ? Apakah Allah mengajarkan di dalam Al- Qur’an bagaimana bertemu dengan Rasulullah SAW ?di dalam surat

وَٱعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ ٱللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِى كَثِيرٍ مِّنَ ٱلْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِى قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ ٱلْكُفْرَ وَٱلْفُسُوقَ وَٱلْعِصْيَانَ أُولَٰئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ ﴿٧
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus “(Al-Hujurat: 7)

Pada ayat diatas Allah menunjukkan bahwa : (a). Siapa saja dari orang-orang yang telah benar-benar beriman, ia dapat bertemu Rasulullah SAW dan bertanya kepadanya tentang apa saja; (b) Syarat untuk dapat bertemu itu harus bershadaqoh sebelumnya; (c). Fungsi shadaqoh itu adalah sebagai pensuci dan pembersih batin; (d). Shadaqoh dapat berupa harta benda (materi) dan bukan harta benda (immateri); (e). Shadaqah immateri adalah dengan membaca tasllim, shalawat dan tabarruk; karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa shalawat sebagai pintu untuk terkabulnya do’a sebagaimana bunyi hadist :
“Sesungguhnya do’a itu tertahan anatara langit dan bumi; sesuatu tidak akan dapat naik darinya sebelum ia mengucapkan shalawat kepada Nabimu SAW”. (HR. Tirmidzi dari Umar bin Khattab RA.)
Al-Hikmah Adalah: (a). Sikap kebijaksanaan yang mengandung asas musyawarah dan mufakat, asas keseimbangan, asas manfaat dan menjauhkan mudharat serta kasih-sayang; (b). Energi Ilahiyah yang mengandung potensi perbaikan, perubahan, pengembangan dan penyembuhan; (c). Esensi ketaatan dan ibadah; (d). Wujud akal fikiran dan indrawi; (e). Kecerdasan Ilahiyah, yang dengan kecerdasan itu segala persoalan hidup dalam kehidupan dapat teratasi denga baik dan benar; (f). Rahasia ketuhanan yang tersembunyi dan gaib; (g). Ruh dan esensi Al-Qur’an; (h). Potensi kenabian.
Dengan demikian teori Al-Hikmah ialah sebuah pedoman, panutan dan pembimbing untuk memberi bantuan kepada individu yang sangat membutuhkan pertolongan dalam mendidik dan mengembangkan eksistensi dirinya hingga ia dapat menemukan jati diri dan citra dirinya serta dapat menyelesaikan atau mengatasi berbagai ujian hidup secara mandiri. Proses aplikasi konseling dengan teori ini semata-mata dapat dilakukan konselor dengan pertolongan Allah secara langsung  atau melalui utusan-Nya, yaitu Allah mengutus malaikat-Nya, dimana ia hadir dalam jiwa konselor atas izin-Nya.
Teori ini tidak dapat dilakukan oleh konselor yang tidak taat, tidak dekat dengan Allah dan malaikat-Nya, karena teori ini merupakan teori konseling yang dilakukan para Rasul, Nabi dan Auliya Allah serta menyangkut problem dan penyakit yang paling berat dan tidak dapat disembuhkan dengan cara-cara manusia atau makhluk, seperti penyimpangan-penyimpangan perilaku diakibatkan karena terganggunya jiwa; dan yang menyebabkan jiwa terganggu itu adalah akibat ulah syetan atau iblis, dimana mereka bersenyawa dalam jiwa dan menggerakkan seluruh aktifitas individu dalam perilaku yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Klien sepasang suami istri. Mereka berdua , saat tahun pertama dari pernikahannya tampak harmonis, namun pada tahun-tahun selanjutnya terjadilah ketidakharmonisan, pertengkaran sering terjadi, anak-anak bertingkah laku dengan hal-hal yang dapat memancing kemarahan dan suasana rumah laksana neraka. Mereka berdua datang kepada penulis dan menanyakan beberapa hal seperti :
1.      Mengapa kami berdua mudah emosi dan akhirnya terjadi pertengkaran, dan hal itu terjadi hampir setiap hari?
2.      Putri-putri berperilaku aneh-aneh dan seolah-olah menjengkelkan, mengapa demikian.
3.      Mengapa ketika kami berada dalam rumah kami merasa gelisah, panas dan tidak nyaman?.
Masalah ini ini sangat berat dan tidak dapat dengan mudah melakukan suatu diagnose tentang apa penyebabnya secara seketika. Dia menampakkan sebab-musabab dari kondisi yang dialami oleh klien itu melalui ilham (intuisi) dan kasysyaf (monitor batin). Ternyata penyebabnya ada beberpa hal antara lain :
1.      Gangguan jin kafir (syetan dan iblis) disebabkan karena didalam rumah itu sangat jarang terdengar bacaan ayat-ayat Allah (Al-Qur’an) dan lingkungan rumah yang kotor, haram dan najis.
2.      Pribadi suami istri lalai mengingat Allah dalam arti yang luas serta dalam keduanya tumbuh subur makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan suatu yang haram dan samar.
3.      Kurangnya pengetahuan tentang agama, sehingga satu sama lain dan demikian juga dengan anak-anak, maka tidak faham bagaimana harus berbuat dan bersikap yang baik dalam kehidupan keluarga menurut tuntunan agama.
4.      Karena kurangnya pengetahuan tentang agama tersebut serta jauh dari ketauladanan orang-orang shalih, sehingga mereka tidak mendapatkan model mencari solusi sendiri dan problem yang mereka hadapi.
5.      Belum terlatih bagaimana cara berperilaku yang baik dan benar, melakukan interaksi serta menanggulangi permasalahan dalam keluarga secara mandiri.
Setelah mengetahui sebagian dari akar utama yang menjadikan problem dalam keluarga di atas, kemudian melakukan bimbingan dengan konseling dengan menerangkan :
1.      Sebab-sebab terjadinya peristiwa dalam perspektif agama dan psikologis;
2.      Memberikan jalan keluar dengan mengarahkan kepada kesadaran akan kekurangan, kekeliruan atau kesalahan mereka selama ini;
3.      Setelah menyadari dan mengakui dari hati ke hati atas kekeliruannya selama itu, barulah diperkenalkan tentang bagaimana Islam membimbing individu dan keluarga kearah keluarga yang bahagia.
4.      Dalam proses konseling dalam teori Al-Hikmah harus hati-hati, penuh ketauladanan dari konselor dan kekeluargaan.
Ciri khas dari teori konseling Al-Hikmah ialah berupa :
1.      Adanya pertolongan Allah SWT secara langsung atau melalui malaikat-Nya;
2.      Diagnose menggunakan metode ilham (intuisi) dan kasysyaf (penyingkapan batin);
3.      Adanya ketauladanan dan keshalihan konselor;
4.      Alat terapi yang dilakukan adalah nasehat-nasehat dengan menggunakan teknik Ilahiyah, yaitu dengan do’a, ayat-ayat Al-Qur’an dan menerangkan esensi dari problem yang sedang dialami.
5.      Teori Al-Hikmah ini biasanya khusus dilakukan untuk terapi penyakit yang berat dan klien tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi melalui bantuan terapis; seperti penyimpangan prilaku karena adanya interfensi syetan atau iblis dalam kejiwaan seseorang. Dalam kasus ini bukan menggunakan konseling tapi psikoterapi.

2.      Teori “Al-Mau’izhoh Al-Hasanah”
Yaitu teori bimbingan atau konseling dengan cara mengambil pelajaran-pelajaran atau i’tibar-i’tibar dari perjalanan kehidupan para Nabi, Rasul dan para Auliya- Allah. Bagaimana Allah membimbing dan mengarahkan cara berfikir, cara berperasaan, cara berperilaku serta menanggulangi berbagai problem kehidupan. Bagaimana cara mereka membangun ketaatan dan ketaqwaan kepada-Nya; bagaimana cara mereka mengembangkan eksistensi diri dan menemukan jati dan citra diri; bagaimana cara mereka melepaskan diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan mental spiritual dan moral.
Dalam penggunaan teori ini sebelumnya konselor harus benar-benar telah menguasai dengan baik sejarah, riwayat hidu dan perjuangan orang-orang agung, pejabat-pejabat Allah dan kekasih-kekasih-Nya, khusus Rasulullah SAW, sebagaimana firman-Nya :
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا ﴿٢١
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Al-Ahdzab: 21)
Yang dimaksud dengan Al-Mau’izhoh Al-Hasanah ialah pelajaran yang baik dala pandangan Allah dan Rasul-Nya; yang mana pelajaran itu dapat membantu klien untuk menyelesaikan atau menanggulangi problem yang sedang dihadapinya.Konselor dalam hal ini harus benar-benar menguasai materi-materi yang mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat bermanfaat bagi klien.Konselor harus memepunyai referensi yang cukup banyak tentang materi pelajaran itu dan sekaligus melakukan penelitian dan klasifikasi materi yang membawa pesan-pesan konseling yang sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh klien.
Materi Al-Mau’izhoh Al-Hasanah dapat diambil dari sumber-sumber pokok ajaran Islam maupun dari para pakar selama tidak bertentangan dengan norma-norma islam tersebut. Sumber-sumber yang dimaksud ialah :
1.      Al-Qura’an Al Karim
2.      As-Sunnah (perilaku Rasulullah)
3.      Al-Atsar (perilaku para sahabat Nabi)
4.      Pendapat atau ijtihad para Ulama Muslim
5.      Pendapat atau penemuan-penemuan pakar non muslim : terapi psikoanalitik freud; terapi eksistensial-humanistik dari May, Maslow, Frangke dan Jourarat; terapi client-centered dari Carl Regres; terapi Gestalt dan lain-lain.

3.      Teori “Mujadalah” yang baik
Yang dimaksud teori Mujadalah ialah teori konseling yang terjadi dimana seorang klien sedang dalam kebingungan. Teori ini biasa digunakan ketika klien ingin mencari suatu kebenaran yang dapat meyakinkan dirinya, yang selama ini ia miliki problem kesulitan mengambil suatu keputusan dari dua hal atau lebih; sedangkan ia berasumsi bahwa kedua atau lebih itu baik dan benar untuk dirinya. Padahal dalam pandangan konselor hal itu dapat membahayakan perkembangan jiwanya, akal fikirannya, emosionalnya dan lingkungannya.
Permasalahan yang dialami seorang klien seperti ini sangat sering penulis jumpai dalam kehidupan sehari-hari.Ketika ada seorang ibu muda sedang memiliki problem dalam keluarganya. Problemnya adalah sebagai berikut :
1.      Ia mempunyai suami dan anak, namun penulis tidak ingat berpa jumlah putranya.
2.      Sang ibu muda ini masih mempunyai seorang ibu yang sedang sakit, kebetulan tempat tinggal sang ibu muda itu berada di Yogyakarta sedangkan ibunya berada di Semarang.
3.      Sikap ibu yang sakit itu sangat keras sehingga sangat merepotkan putrinya. Ia ingin agar putrinya selalu beraa disisinya.
4.      Sang suami dari ibu muda sedang bekerja di Yogyakarta, dan ia merasa kesepian karena sering ditinggalkan istrinya ke Semarang. Akhirnya sang suami melontarkan ucapan kepada isrinya bahwa “mengurus suami itu lebih ibu” sedangkan mertuanya itu masih mempunyai putra-putri yang lain hanya saja ia tidak ingin bersama mereka.
5.      Sang ibu muda itu kemudian hari mengajukan usul kepada ibunya yang sakit itu agar ia bersedia ditemani atau diurus dengan saudara-saudara yang lain secara bergantian. Namun tidak diduga tiba-tiba ibunya justru marah hingga melontarkan perkataan “engkau memilih ibumu atau suamimu”
6.      Ibu muda itu datang pada penulis dengan mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana dia harus bersikap, padahal dia membenarkan suaminya dan juga membenarkan ibunya, karena dia juga ingin berbakti dan taat kepada keduanya? Dan hal ini benar-benar membuatnya stress berat.
Dalam memberikan solusi dan pemecahan masalah ini haruslah hati-hati. Klien bersikap demikian karena secara formal ia memahami dalil-dalil dan norma-norma agama tentang ketaatan kepada kedua orang tua.
Dalam kasus ini seorang konselor benar-benar ikut berpikir keras. Konselor dengan beberapa rangkain kalimat yang tertulis dalam dada (qalb) kemudian rangkaian kaliamat itu diutarakan kepada ibu muda itu, sebagaimana berikut : “ Ibu benar dan pendapat ibu pun benar, namun mari kita usahakan dengan tiga cara. Pertama, dimusyawarahkan antara anda, suami dan ibu anda dengan baik dan penuh hormat. Kedua, jika tetap menemukan jalan buntu, carilah orang ketiga yang cukup ibu anda hormati dan segani. Ketiga, jika gagal maka hendaklah anda dan suami anda memperbanya shalat hajat dan memohon kepada Allah, agar Dia berkenan membuka hati ibu anda. Dan lebih menambah semangat, hendaknya anda datang kepada beberapa orang-orang yang shalih dan memohon kepada mereka, agar mereka bersedia turut mendo’akan ibu anda. Insya Allah, jika anda dan suami anda bersabar dan tawakkal cepat atau lambat masalah itu akan perlahan-lahan pergi dari anda.
Prinsip-prinsip dan khas teori ini adalah sebagai berikut :
1.      Harus adanya kesabaran yang tinggi dari konselor;
2.      Konselor harus menguasai akar permasalahan dan terapinya dengan baik;
3.      Saling menghormati dan menghargai
4.      Bukan bertujuan menjatuhkan atau mengalahkan klien,  tetapi membimbing klien dalam mencari kebenaran;
5.      Rasa persaudaraan dan penuh kasih-sayang
6.      Tutur kata dan bahasa yang mudah difahami dan halus
7.      Tidak menyinggung perasaan klien
8.      Mengemukakan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan tepat dan jelas
9.      Ketauladanan yang sejati. Artinya apa yang konselor lakukan dalam proses konseling benar-benar telah dipahami, diaplikasikan dan dialami konselor. Karena sangat murka kepada orang yang tidak mengamalkan apa yang ia nasihatkan kepada orang lain.
Sebagai mana firmannya
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٢ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٣
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (As-Saff:2-3)

B.     TEKNIK – TEKNIK KONSELING
Konseling merupakan suatu aktifitas yang hidup dan mengaharapkan akan lahirnya perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan yang sangat didambakan oleh konselor dan klien. Untuk mencapai tujuan yang mulia itu maka sangat diperlukan adanya beberapa teknik-teknik itu, maka tujuan utama konseling tidak akan dapat tercapai dengan baik dan memuaskan bagi kedua belah pihak, konselor maupun klien.
Rasulullah SAW bersabda :
“siapa saja diantara kalian telah mengetaahui kemungkinan/ penyimpangan, maka ia harus merubahnya dengan menggunakan tangannya, maka jika tidak mampu, ia harus merubahnya dengan menggunakan lidahnya, maka jika idak mampu ia harus meruahnya dengan menggunakan qalbunya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim dari Abu Said Al-Khuduri RA.)
Hadist di atas mengandung pesan-pesan yang sangat luas dan memberikan pelajaran tentang teknik dalam melakukan konseling dan terapi secara halus; dan teknik itu ada dua macam, yaitu :
1.      Teknik yang bersifat lahir
Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan klien, yaitu dengan menggunakan tangan dan lisan.Dalam menggunakan tangan tersirat beberapa makna antara lain :
a.       Dengan menggunakan kekuatan, power dan otoritas:
يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَٰنٍ ﴿٣٣
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (Ar-Rahman: 33)
Kata “sultan” disini memiliki beberapa arti yakni: pemerintahan’ kekuasaan, dalil.
b.      Keinginan kesungguhan dan usaha yang keras.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواوَهَاجَرُوا وَجَٰهَدُوا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِ وَأُولَٰئِكَ هُمُ ٱلْفَائِزُونَ ﴿٢٠
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.” (At-Taubah: 20)
Rasulullah SAW bersabda :“ Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman : “Siapa saja yang telah memusuhi kekasih-Ku maka Aku menyatakan perang kepadanya. Dan idak mendekat diri seorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih aku senangi dari menjalankan kewajibannya: dan hamba-Ku itu senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan ibadah-ibadah sunnat sehingga aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya aku telah menjadi pendengarannya yang ia akan mendengar dengannya, menjadi tangannya yang ia akan berbuat dengannya, menjadi kakinya yang ia akan berjalan dengnnya, dan jika ia meminta kepada-ku niscaya Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan-Ku pasti aku akan melindunginya”. (HR. Bukhari dari Hurairah RA.)
c.       Sentuhan Tangan
Terhadap klien yang mengalami stress atau ketegangan dapat diberikan sedikit pijatan atau tekanan pada urat dan otot yang tegang sehingga akan dapat mengendorkan urat dan otot-otot, khususnya pada bagian kepala, leher dan pundak. Teknik ini disamping dapat meringankan secara fisik tetapi juga dapat memberikan sugesti dan keyakinan awal, bahwa semua permasalahan yang dihadapi akan dapat terselesaikan.
Hadist penyembuhan melalui tangan :“Dari Utsman bin Abil’ Ash ra., bahwasannya ia pernah mengadukan penderitaannya kepada Rasulullah saw., karena ia telah menemukan suatu penyakit di tubuhnya sejak ia masuk Islam. Lalu Rasulullah Saw. Bersabda kepadanya: “Letakkanlah tanganmu pada tubuhmu pada tubuhmu yang sangat sakit, lalu ucapkanlah Bismillah sebanyak tiga kali dan ucapkanlah (berdo’alah) dengan kalimat “ Aku berlindung dengan Allah dari kejahatan yang aku temui dan yang aku waspadai.” (HR. Muslim)
Penggunaan tangan bukan saja pada klien yang mengalami penyimpangan perilaku karena gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh masalah yang bersifat alamiyah pada alam nyata, seperti stress, defresi, narkotik ringan, alkohol, tetapi dapat pula digunakan untuk menghilangkan sesuatu yang berasal dari alam transedental, seperti pengaruh syetan, iblis atau jin. Namun demikian masalah yang terakhir ini bukanlah masalah yang sepele, akan justru lebih berat dan tidak semua orang dapat melakukannya, karena untuk ini sangat diperlukan pelatihan dan pendidikan khusus.
Penggunaan teknik konseling dan terapi yang lain secara lahir adalah dengan menggunakan lisan. Makna penggunaan lisan dalam hadist di atas memiliki makna kontekstual, yaitu :
a.       Nasihat, wejangan himbauan dan ajakan yang baik dan benar.
وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوامِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ﴿٩
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (An-Nisa’:9)
Sabda Rasulullah SAW :“ Peliharalah dirimu dari api neraka walau hanya sedekah separuh dari biji kurma, lalu siapa saja yang tidak dapat sedekah itu, maka dengan kata-kata yang baik”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Ady bin Hatim RA.)
b.      Membaca do’a atau berdo’a dengan menggunakan lisan.
Untuk memantapkan klien, maka do’a yang diucapkan oleh konselor sangat penting dan dapat didengar oleh klien agar ia dapat turut serta mengaminkan, agar Allah berkenan mengabulkan do’a itu. Teknik ini dapat dilakukan konselor pada konseling yang bersifat kelompok dan sangat besar manfaatnya, baik bagi konselor lebih-lebih klien. Karena dengan do’a itu optimisme akan senantiasa muncul pada jiwa klien.
c.       Sesuatu yang dekat dengan lisan, yakni dengan air liur atau hembusan (tiupan).
“Apabila Rasulullah SAW menderita sakit, beliau membaca surat Al-Falaq dan An-Nas untuk menyembuhkan dirinya dan ia membaca sambil meniupkan. Maka tatkala sakitnya sangat keras, maka saya membaca yang membacanya lalu usapkan dengan tangan beliau demi mengharapkan berkahnya”. (HR.Muslim dari Aisyah RA.)
Kata “Yunfutsu” pada hadist diatas memiliki beberapa makna, diantaranya : meludah, menyemburkan.
Ada satu hal lagi mengenai teknik dengan menggunakan air putih yang diisi dengan do’a-do’a sesuai dengan kebutuhan bagi klien. Dan teknik ini dilakukan apabila klien memang meminta kepada konselor. Fungsi dan tujuannya tidak berbeda dengan menggunakan lisan; yakni membantu dan memberikan rasa tenang dan motivasi.
Firman Allah SWT :
إِذْ يُغَشِّيكُمُ ٱلنُّعَاسَ أَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّنَ ٱلسَّمَاءِ مَاءً لِّيُطَهِّرَكُم بِهِۦ وَيُذْهِبَ عَنكُمْ رِجْزَ ٱلشَّيْطَٰنِ وَلِيَرْبِطَ عَلَىٰ قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ ٱلْأَقْدَامَ ﴿١١
“(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).” (Al-Anfal: 11)
Ayat diatas mengandung pesan-pesan terapis , bahwa esensi air memiliki potensi menentramkan, mensucikan, menghilangkan energi-energi negatif, bahkan dapat menguatkan hati dan memperkokoh tegak dan berdirinya kaki. Namun mungkin timbul sebuah pertanyaan kritis, bagaimana saja bukan air dalam arti apa adanya, akan tetapi air yang berasal dari Allah. Yaitu air yang esensinya akan berubah apabila ia terisi dengan niat, i’tikad do’a dan dzikir kepada Allah; seperti; air yang ingin dipakai untuk bersuci sebagai syarat sahnya mendirikan sholat, membaca Al-Qur’an, berdo’a dan berdzikir (air yang diniatkan untuk wudhu karena Allah); atau air yang telah dibacakan do’a dan dzikir padanya, sebagaimana Rasulullah SAW pernah lakukan ketika beliau tergigit binatang berbisa berupa seekor kalajengking pada saat beliau sujud dalam shalatnya, dan setelah sahalat beliau mengatakan :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar